0 0
Read Time:3 Minute, 29 Second

 

“Piders, Today’s weather is panas banget tau.” Sering dengar orang yang bicaranya menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia? Atau Piders sendiri pernah melakukannya? Kira-kira begitulah keminggris. Menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sekaligus dalam berbicara.

 

Fenomena  keminggris ini mungkin sudah biasa di kalangan muda. Ada berbagai sebab munculnya fenomena keminggris ini, mulai dari pengaruh  public figure, lingkungan, ingin dianggap keren, dan sebagainya. Menggunakan bahasa Inggris dalam keseharian ada yang bertujuan untuk belajar  dengan mencoba menggunakan bahasa Inggris sesuai  konteksnya. Dan memang benar, kemampuan berbahasa asing terutama bahasa Inggris dapat menjadi nilai tambah ketika masuk ke ruang yang menuntut kemampuan berbahasa Inggris.

 

Penggunaan bahasa lain yang dicampur dengan bahasa Indonesia bukan hanya bahasa asing  saja, melainkan dengan bahasa daerah juga, yang  mungkin sering  dengar atau kita lakukan tanpa sadari. Misalnya  penggunaan bahasa Arab seperti kata ente yang merujuk pada kata anta yang berarti kamu laki-laki, anti yang memiliki arti kamu perempuan, dan sebagainya yang kerap  digunakan ketika berbicara.

 

Fenomena berbicara dengan penggunaan beberapa bahasa sekaligus juga sering disebut dengan bahasa gado-gado. Namun, apakah kita bisa menganggap ini sebagai hal yang wajar? Belum tentu. Berbahasa asing memang dapat  mengasah kemampuan berbahasa kita. Sementara menggunakan bahasa daerah bisa sebagai bentuk melestarikan budaya.

 

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi memang penting. Namun, fenomena keminggris atau penggunaan bahasa asing dalam sehari-hari juga perlu kita sadari lagi. Jangan sampai fenomena ini melemahkan kebanggaan kita akan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan  warga Indonesia. Selain itu, penggunaan bahasa asing dalam keseharian mungkin dapat menggerus eksistensi bahasa daerah dan menggeser bahasa Indonesia sebagai bahasa utama masyarakat di Indonesia.

 

Sementara penggunaan bahasa daerah di tengah masyarakat yang majemuk bisa saja menimbulkan masalah. Memang kita perlu melestarikan bahasa daerah. Namun, lagi-lagi kita perlu menyadari bahwa lawan bicara kita belum tentu paham dengan bahasa daerah yang kita gunakan. Meletakkan bahasa Indonesia dahulu dalam Konggres Pemuda II didorong oleh semangat mempersatukan bangsa Indonesia. Sebab konggres tersebut dihadiri oleh pemuda dari berbagai daerah yang memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda.

 

Dalam beberapa kata mungkin kita lebih mengenalnya dalam bahasa asing dibanding padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya upload yang memiliki padanan unggah, meet and great yang memiliki padanan temu kangen, caption yang memiliki padanan kata takarir, dan sebagainya. Namun memang, beberapa kata dalam bahasa Indonesia dalam beberapa kata merupakan kata serapan dari bahasa asing atau daerah.

 

Lantas, bagaimana seharusnya kita berbahasa? Slogan ini mungkin sudah cukup tepat untuk menjawab persoalan berbahasa gado-gado,; “Utamakan bahasa Indonesia, kuasai bahasa asing, lestarikan bahasa daerah.” Artinya kita menempatkan penggunaan bahasa sesuai dengan siapa lawan bicara kita, dalam forum apa, dan kondisi apa. Sehingga pesan yang kita sampaikan lebih dapat dimengerti oleh lawan bicara. Lebih baik menggunakan satu bahasa saja ketika berbicara, sebab bisa jadi lawan bicara kita tak mengerti apa maksudnya serta menghindari pemaknaan yang berbeda. Selain itu,  etika berbicara juga dapat menjadi hal yang paling penting. Mungkin saja penggunaan bahasa yang gado-gado dapat menyinggung orang lain.

 

Sementara, pada istilah asing yang memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia perlu perlahan kita gunakan padanan katanya. Sehingga padanan kata tersebut dapat mulai diterima di masyarakat. Tetapi bukan berarti kita memaksakan semua istilah asing ada padanan katanya. Boleh saja menggunakan istilah asing ketika memang tidak ada atau belum ada padanan kata dalam bahasa Indonesia.

 

Walaupun bahasa asing dianggap memberi kesan bergengsi, penggunaan kata dalam poster, rambu, dan lainnya bisa menerapkan padanan katanya jika ada. Terlebih lagi jika memang targetnya ialah orang Indonesia. Kalaupun memang harus menggunakan dua bahasa misalnya dalam rambu, bisa menempatkan bahasa Indonesia lebih mencolok atau paling atas daripada bahasa asing.

 

Ivan Lanin, seorang pengamat bahasa Indonesia dalam bukunya Recehan Bahasa: Baku tak Mesti Kaku menyatakan penggunaan bahasa Indonesia itu baku namun tak mesti kaku. Ia menjelaskan hal ini dapat dilakukan dengan memvariasikan diksi, meluweskan struktur kalimat, menyisipkan kata seru seperti kata “wah” dan emoticon dalam kondisi informal, serta mengatur intonasi dalam penyampaian lisan.

 

Jadi, mengingat penggunaan bahasa gado-gado sudah semakin dianggap normal, kita perlu meningkatkan kesadaran akan hal ini. Yuk, Piders, sama-sama membiasakan diri untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa campuran bahasa lain secara bersamaan!

 

Penulis : Muhammad Irfan Habibi

Editor : Fathimah Azzahra

About Post Author

PPI TV

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By PPI TV

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *